Jakarta — Pendiri Yayasan Felix Maria Go (YFMG), Fransiscus Go, mengajak masyarakat menjadikan peringatan Hari Pahlawan sebagai momentum untuk melawan ketergantungan dan membangun kemandirian. Menurutnya, semangat kepahlawanan masa kini tidak hanya diukur dari keberanian di medan perang, tetapi juga dari kemampuan membantu sesama agar mampu berdiri di atas kakinya sendiri.
“Pahlawan itu tidak harus berperang. Cukup menolong orang lain agar bisa berdiri di atas kakinya sendiri,” ujar Fransiscus Go dalam keterangan tertulis, Senin (10/11/2025).
Tokoh asal Nusa Tenggara Timur itu dikenal sebagai penggagas konsep Tumhiho, singkatan dari Tumbuh Mandiri Hidup Terhormat. Ia menegaskan bahwa Tumhiho bukanlah program politik ataupun proyek pemerintah, melainkan gerakan moral untuk membangun masyarakat yang mandiri, produktif, dan tetap menjunjung tinggi nilai kemanusiaan.
“Bagi saya, kemerdekaan sejati adalah ketika rakyat tidak lagi menggantungkan hidup pada belas kasihan. Kalau dulu pahlawan berjuang mengusir penjajah, sekarang perjuangannya adalah melawan ketergantungan,” kata alumni Lemhannas Angkatan 49 itu.
Fransiscus mencontohkan penerapan nilai-nilai Tumhiho di Desa Maumolo, Kabupaten Timor Tengah Utara, Nusa Tenggara Timur. Melalui YFMG, ia menggagas pembangunan sumur bor agar warga memiliki akses air bersih sepanjang tahun. Program itu kemudian berkembang menjadi inisiatif kebun sayur, peternakan, dan usaha rumah tangga yang meningkatkan ekonomi masyarakat.
“Kami tidak datang memberi bantuan dan pergi. Kami datang untuk menyalakan semangat. Begitu air mengalir, warga mulai menanam, menjual hasil panen, dan menghidupi keluarganya. Itulah Tumhiho,” jelasnya.
Menurut Fransiscus, setiap program sosial harus dirancang agar masyarakat dapat tumbuh dan berdaya. “Bantuan yang baik bukan yang membuat bergantung, tapi yang memampukan,” tegasnya.
Ia menilai semangat kepahlawanan di era modern harus dimaknai lebih luas. “Petani yang tetap menanam di musim kering, guru yang mengajar di pelosok, atau pemuda yang pulang kampung untuk membuka usaha kecil — mereka semua pahlawan,” ujarnya.
Istilah Tumhiho, lanjut Fransiscus, lahir dari keprihatinan terhadap banyak masyarakat yang masih menunggu bantuan. “Saya ingin kita semua kembali percaya diri. Tuhan sudah memberi akal, tenaga, dan waktu. Itu cukup untuk hidup terhormat,” katanya.
Fransiscus menegaskan bahwa Tumhiho bukan sekadar slogan, tetapi cara hidup yang harus diterapkan oleh setiap warga bangsa. “Bangsa yang besar bukan yang paling kaya, tapi yang berani bekerja dan saling menolong,” pungkasnya

